Sejak ditemukan di Jepang tahun 1909 oleh
Ajinomoto Corp, monosodium glutamat (MSG) telah berkembang menjadi salah satu
zat aditif makanan yang paling populer di seluruh dunia. Selain MSG, ada
penyedap rasa lain yang digunakan oleh industri makanan seperti disodium
inosinat (IMP) dan disodium guanilat (GMP). Namun MSG-lah yang paling disukai
orang karena kemurahan dan keefektifannya dalam menguatkan rasa.
MSG digunakan di seluruh dunia pada hampir semua
jenis sayuran, kaldu dan lauk-pauk. MSG juga hadir dalam berbagai
makanan olahan seperti daging kalengan dan daging olahan beku, saus tomat,
mayones, kecap, sosis, makanan ringan, beberapa produk olahan keju, bumbu
mie instan, dll. Penggunaan MSG kadang-kadang “tersembunyi” di balik label
makanan dengan nama yang berbeda. Jika Anda melihat “penyedap rasa alami”,
“protein hidrolisat” dan “rempah-rempah” dalam label makanan Anda, bukan
berarti di dalamnya tidak ada MSG.
Hampir seabad lamanya, monosodium glutamat telah
digunakan dengan aman dan efektif dalam penyajian makanan. Sebab monosodium
glutamat telah dipakai secara luas sebagai bahan tambahan makanan maka sebagian
besar penelitian telah dilakukan mengenai keamanan dan daya gunanya. Beratus
studi ilmiah telah dilakukan terhadap glutamat dengan fokus pada penggunaannya
sebagai bahan makanan dan ditinjau ulang oleh para ilmuwan dan dinas pengaturan
di seluruh dunia dikombinasikan dengan manfaat panjang penggunaannya, dengan
jelas menunjukkan bahwa monosodium glutamat adalah aman.
Di Amerika Serikat, monosodium glutamat (MSG)
dianggap sebagai bahan makanan umum, seperti garam, serbuk kuweh dan merica.
Zat itu dimasukkan ke dalam daftar Generally Recognized As Safe (GRAS) dari FDA
(Food and Drug Administration) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pencantuman daftar ini berarti bahwa monosodium glutamat adalah aman untuk
penggunaan yang dimaksudkan.
Perundang-undangan Amerika Serikat tentang
peraturan-peraturan Federal menyatakan, "Tidaklah praktis untuk membuat
daftar dari semua bahan yang dianggap aman secara umum untuk penggunaan sebagai
yang direncanakan. Meskipun demikian sebagai suatu ilustrasi, komisaris (dari
FDA) mengganggap bahan-bahan makanan umum seperti garam, merica, cuka, bubuk
pengembang roti dan monosodium glutamat itu sebagai aman untuk digunakan
sebagai yang direncanakan". Monosodium glutamat juga disetujui oleh
pemerintah-pemerintah sedunia, termasuk pemerintah di Eropa, Jepang dan negara-negara
Asia lainnya, Amerika Utara dan Selatan, Afrika serta Australia dan Selandia
Baru.
Di tahun 1987, the Joint Expert Committee on Food
Additives (JECFA) dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO)
dan World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa monosodium glutamat itu
aman. Panitia tersebut memutuskan bahwa tidaklah perlu untuk menetapkan suatu
"Acceptable Daily Intake" dengan angka. Angka ADI itu kadang kala
digunakan sebagai pedoman tingkat keamanan maksimum konsumsi bahan tambahan
makanan.
Di tahun 1991, the European Commission's
Scientific Committee for Food (SCF) menegaskan kembali keamanan monosodium
glutamat. SCF juga berpendapat bahwa tidak perlu menetapkan Acceptable Daily
Intake dengan angka.
Dalam laporannya kepada F.D.A di tahun
1995, setelah mengadakan peninjauan kembali secara komprehensif literatur
ilmiah tentang monosodium glutamat, the Federation of American Societies for
Experimental Biology (FASEB) berkesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara
glutamat bebas alamiah yang terdapat dalam jamur, kiju dan tomat dengan
glutamat bebas yang dibuat (manusia) yang terdapat dalam MSG, protein yang
dihidrolisa dan kecap kedelai. Laporan itu berkesimpulan bahwa monosodium
glutamat adalah aman untuk rakyat pada umumnya.
Hal senada juga diutarakan Ketua Badan
POM, Sampurno. Menurutnya, makanan ringan yang diteliti PIRAC itu aman untuk
dikonsumsi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa MSG aman bagi
kesehatan. Tentu saja bahan ini tak boleh sampai dikonsumsi oleh bayi, terutama
yang masih berusia di bawah tiga bulan. Kendati demikian, Sampurno sependapat
bila kandungan MSG harus dicantumkan di label kemasan makanan.
"Glutamat dikristalkan dengan
penambahan sodium sehingga tahan lama, mudah dikemas, dan mudah dipasarkan.
Salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh adalah natrium. Dengan
menambahkan natrium dengan glutamat, hasilnya jadi natrium glutamat. Jadilah
monosodium gluatamate (MSG),” kata Prof Dr Ir H Hardinsyah MS, Ahli Nutrisi
dari Institut Pertanian Bogor dalam acara kunjungan ke pabrik
AJINOMOTO–Mojokerto, Surabaya, baru-baru ini. "Ketika orang makan sumber
protein, protein bisa dicerna dengan baik karena keasaman yang tinggi, dan
cairan lambung yang banyak untuk melumatkannya. Karena itu, kalau kita makan
daging ditambah banyak MSG, bagus untuk pencernaan lebih sempurna,” jelas
Hardinsyah. Hardinsyah yang juga Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia ini
menjelaskan, setiap makanan berasa gurih adalah akibat adanya glutamat.
"Jika suatu produk tidak ada MSG, berarti produk tersebut membohongi
konsumen. Kita tahu, glutamat bukan hanya yang dibuat dari pabrik ini,”
ungkapnya. Lebih lanjut, Hardiansyah mengatakan bahwa glutamat tidak hanya
terkandung dalam MSG. Kecap, terasi, dan tomat, juga merupakan makanan yang
memiliki kandungan glutamat tinggi di mana rasa gurih yang dihasilkan, sama
seperti makanan mengandung MSG. "Semakin
matang tomat, semakin banyak glutamat di dalamnya. Di sana (dalam tomat) ada
rasa umami (gurih). Makanya kalau orang bikin sambal terasi, yang dipakai tomat
matang, bukan tomat hijau yang masih muda. Karena, tomat matang lebih banyak
mengandung glutamat, yang menghasilkan rasa gurih” tukasnya.
Sumber Bacaan :
http://indonesia.glutamate.org/media/Keamanan_monosodium_glutamat.asp
http://majalahkesehatan.com/kontroversi-bahaya-efek-samping-msg/
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/07/16/27/353704/glutamat-tak-hanya-ada-dalam-msg