Julukan " Si Kepala Ular" memang cocok untuk ikan gabus karena morfologi tubuh khususnya pada bagian kepala yang menyerupai ular. Walaupun begitu ikan yang satu ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan ikan lain. Ikan yang hidup di perairan tawar ini memiliki kandungan protein yang tinggi dibandingkan dengan ikan tawar lainnya. Kandungan Albumin pada ikan tersebut belakangan ini marak dibicarakan karena dapat mengobati luka pasca operasi.
Fenomena ikan kutuk tersebut pernah diangkat dalam satu penelitian
khusus oleh Prof Dr Ir Eddy Suprayitno MS, guru besar ilmu biokimia
ikan Fakultas Perikanan Unibraw pada 2003. Dalam penelitian berjudul
Albumin Ikan Gabus (Ophiochepalus striatus) sebagai Makanan Fungsional
Mengatasi Permasalahan Gizi Masa Depan, Eddy mengupas habis tentang
potensi ikan gabus. “Dilihat dari kandungan asam aminonya, ikan gabus
memiliki struktur yang lebih lengkap dibandingkan jenis ikan lain
(lihat grafis, Red),” katanya kepada Radar Malang (Grup Jawa Pos)
kemarin (19/9).
Sayangnya, kata dia, selama ini masyarakat masih memiliki kesan
bahwa makan ikan kutuk sama halnya memakan ular. Memang, penampilan
ikan kutuk mirip ular. Padahal, ikan kutuk adalah ikan air tawar yang
bersifat karnivora. Makanannya adalah cacing, katak, anak-anak ikan,
udang, insekta, dan ketam. Ciri fisiknya, memiliki tubuh sedikit bulat,
panjang, bagian punggung cembung, perut rata, dan kepala pipih,
sehingga lebih mirip ular. Bagian punggung berwarna hijau kehitaman dan
bagian perut putih atau krem. “Ikan kutuk bisa mencapai panjang 90-110
cm.
Karena itu, tiga ekor saja bisa mencapai berat 2 kg,” ungkapnya.
Eddy menjelaskan, ikan kutuk banyak ditemui di sungai, rawa, air payau
berkadar garam rendah, bahkan mampu hidup di air kotor dengan kadar
oksigen rendah. Ikan jenis itu banyak dijumpai di perairan umum Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Flores, dan Ambon. Hanya,
nama ikan gabus di masing-masing daerah berbeda. “Di Jawa, selain
disebut kutuk, dikenal dengan ikan tomang,” kata pembantu dekan II
Faperik Unibraw tersebut.
Lantas, bagaimana teknis ikan gabus berperan dalam penambahan
albumin Dalam tubuh manusia, albumin (salah satu fraksi protein)
disintesis oleh hati kira-kira 100-200 mikrogram/g jaringan hati setiap
hari. Albumin didistribusikan secara vaskuler dalam plasma dan secara
ekstravaskuler dalam kulit, otot, serta beberapa jaringan lain.
“Sintesis albumin dalam sel hati dipengaruhi faktor nutrisi. Terutama,
asam amino, hormon, dan adanya satu penyakit,” tegasnya.
Gangguan sintesis albumin, kata Eddy, biasanya terjadi pada pengidap
penyakit hati kronis, ginjal, serta kekurangan gizi. Sebenarnya,
daging ikan gabus tidak hanya menjadi sumber protein, tapi juga sumber
mineral lain. Di antaranya, zinc (seng) dan trace element lain yang
diperlukan tubuh. Hasil studi Eddy pernah diujicobakan di instalasi
gizi serta bagian bedah RSU dr Saiful Anwar Malang. Uji coba tersebut
dilakukan pada pasien pascaoperasi dengan kadar albumin rendah (1,8
g/dl). “Dengan perlakuan 2 kg ikan kutuk masak per hari, telah
meningkatkan kadar albumin darah pasien menjadi normal (3,5-5,5 g/dl),”
ujarnya.
Kompas, 17 Agustus 2007
SUATU
hari Eddy Suprayitno berburu ikan gabus. Hasil tangkapannya langsung
dikukus. Air yang menetes dari ikan bernama latin Ophiocephalus striatus
itu kemudian diteliti di laboratorium. Eureka! Dosen perikanan,
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, itu menemukan kadar albumin
cukup tinggi dalam kandungan ekstrak sang gab
0 komentar:
Posting Komentar